ditulis oleh Rus'an latuconsina
Kalau berjalan-jalan di kota Makassar pada malam hari di bulan Ramadhan seperti ini, kita bisa melihat pemandangan yang menurut sebagian orang adalah hal yang sudah biasa. Ketika melewati beberapa mesjid di kota Daeng ini tampak suasana sangat ramai terlihat di pelataran halaman mesjid pada saat shalat tarawih. Beberapa waktu lalu saya melintasi jalan poros jalur Tamalanrea-Sentral dan dalam perjalanan itu tampak pemandangan yang memprihatinkan di sekitar bangunan mesjid. Banyak anak muda, baik lelaki maupun perempuan lengkap dengan busana shalat (mukena) memadati halaman mesjid. Di situ mereka tidak sedang shalat. Suasana di dalam masjid dan di luarnya sangat kontras. Di dalam tenang dengan shalatnya sementara di luar entah apa yang mereka lakukan. Tampak ada pasangan muda-mudi yang duduk berpasangan entah apa yang menjadi bahan pembicaraannya. Ada pula anak-anak seumuran SMP yang berkeliaran dengan sepedanya di sekitar situ. Ada pula orang yang berlagak seperti preman walau tubuhnya dibungkus pakaian takwa, peci dan baju koko. Jumlah orang di luar sangat banyak terlihat, bahkan bisa melebihi jamaah di dalam mesjid. Mesjid Agung '45', Mesjid AlMarkaz Al-Islami, Mesjid Baiturrahman-Panaikang dan Mesjid Raya Makassar adalah beberapa mesjid yang sempat saya lihat.
Malam Ramadhan yang seharusnya diisi dengan ibadah selayaknya tak dilumeri dengan aktivitas yang sia-sia. Apalagi mesjid sebagai tempat ibadah yang harusnya suci dari maksiat dan perbuatan sia-sia. Mesjid sebagai tempat umat Islam bermunajat kepada Sang Khaliq seharusnya menjadi tempat yang sangat tenang agar aktivitas munajat menjadi khusyuk. Apalagi seperti kita ketahui bahwa hanya shalat yang khusyuk saja-lah yang sampai kehadirat Allah swt. Memang dunia urban memiliki kompleksitas tersendiri, akan tetapi segmentasi urban culture itu semestinya terpetakan di luar area ibadah yang sakral seperti di atas. Ruang-ruang meditatif nan hening tetaplah tak bisa digerogoti oleh apapun emansipasi dan artikulasi urban culture. Sudah barang tentu kondisi seperti di atas bisa kita temukan pula di tempat-tempat lain.
Kalau berjalan-jalan di kota Makassar pada malam hari di bulan Ramadhan seperti ini, kita bisa melihat pemandangan yang menurut sebagian orang adalah hal yang sudah biasa. Ketika melewati beberapa mesjid di kota Daeng ini tampak suasana sangat ramai terlihat di pelataran halaman mesjid pada saat shalat tarawih. Beberapa waktu lalu saya melintasi jalan poros jalur Tamalanrea-Sentral dan dalam perjalanan itu tampak pemandangan yang memprihatinkan di sekitar bangunan mesjid. Banyak anak muda, baik lelaki maupun perempuan lengkap dengan busana shalat (mukena) memadati halaman mesjid. Di situ mereka tidak sedang shalat. Suasana di dalam masjid dan di luarnya sangat kontras. Di dalam tenang dengan shalatnya sementara di luar entah apa yang mereka lakukan. Tampak ada pasangan muda-mudi yang duduk berpasangan entah apa yang menjadi bahan pembicaraannya. Ada pula anak-anak seumuran SMP yang berkeliaran dengan sepedanya di sekitar situ. Ada pula orang yang berlagak seperti preman walau tubuhnya dibungkus pakaian takwa, peci dan baju koko. Jumlah orang di luar sangat banyak terlihat, bahkan bisa melebihi jamaah di dalam mesjid. Mesjid Agung '45', Mesjid AlMarkaz Al-Islami, Mesjid Baiturrahman-Panaikang dan Mesjid Raya Makassar adalah beberapa mesjid yang sempat saya lihat.
Malam Ramadhan yang seharusnya diisi dengan ibadah selayaknya tak dilumeri dengan aktivitas yang sia-sia. Apalagi mesjid sebagai tempat ibadah yang harusnya suci dari maksiat dan perbuatan sia-sia. Mesjid sebagai tempat umat Islam bermunajat kepada Sang Khaliq seharusnya menjadi tempat yang sangat tenang agar aktivitas munajat menjadi khusyuk. Apalagi seperti kita ketahui bahwa hanya shalat yang khusyuk saja-lah yang sampai kehadirat Allah swt. Memang dunia urban memiliki kompleksitas tersendiri, akan tetapi segmentasi urban culture itu semestinya terpetakan di luar area ibadah yang sakral seperti di atas. Ruang-ruang meditatif nan hening tetaplah tak bisa digerogoti oleh apapun emansipasi dan artikulasi urban culture. Sudah barang tentu kondisi seperti di atas bisa kita temukan pula di tempat-tempat lain.
0 komentar:
Posting Komentar