Selamat Datang Adik-adik Calon Mahassiswa Baru di Kota Daeng...Selamat Bergabung Bersama HIPPMAP-Makassar...

Sabtu, 14 Februari 2009

Pemilu Israel dan Prospek palestina

Seperti nasib warga Gaza dan Palestina, dipertaruhkan hari ini, seiring dengan Pemilu Israel. Amun satu yang pasti, dari tiga kandidat utama yang bersaing,

yakni Benjamin Netanyahu mewakili Partai Likud, Partai Kadema yang menjagokan Tzipi Livni, dan Partai Buruh yang mengusung Ehud Barak, sama-sama menjadikan isu darah warga Palestina sebagai jualan utama.

Dalam tradisi Pemilihan Umum Israel yang diadakan Selasa, 10 Februari hari ini, para pemilih pada umumnya lebih cenderung memilih pemimpin yang radikal. Hal ini bisa dilihat dari kasus kemenangan Ariel Sharon pada Pemilu 2001, dengan dukungan suara 60 persen, menyingkirkan Ehud Barak. Salah satu faktor kemenangan Sharon kala itu karena sangat populer akibat keradikalannya.

Catatan sejarah menyebutkan, tahun 1982, Sharon mendalangi pembantaian di Shabra dan Shatilla Lebanon Selatan yang menewaskan 450 warga Palestina. Selanjutnya, provokasi Sharon kala mengunjungi Masjidil Aqsa 28 September 2000, menewaskan 310 warga Palestina.

Dengan demikian, tidak mengherankan para elite politik Israel yang mencalonkan diri dalam pemilu menjanjikan kepada publik Israel untuk menghabisi Hamas sebagai sasaran strategis dalam kampanye pemilu.

Pemilu Israel yang akan diadakan hari ini, ternyata mengungkap sejumlah dimensi dan realita politik yang terkait dengan sikap publik Israel. Sehingga, patut diamati dan dicermati karena akan berkaitan dengan masa depan Palestina.

Fluktuasi yang terjadi saat ini begitu luar biasa, di mana para kandidat ingin membuktikan kepada warga Israel bahwa mereka mampu menciptakan rasa aman dan memberi perlindungan terhadap warganya dengan melakukan invansi ke Gaza selama 22 hari untuk menghabisi Hamas yang dianggap menyebar teror.

Warga Israel yang sebagian besar sudah buta mata hatinya akan menaruh simpati terhadap para kandidat yang radikal.
Masyarakat Israel saat ini butuh rasa aman dan perlindungan dari ancaman pejuang Hamas, maka dari itu, warga Israel ke depannya butuh perdana menteri yang punya power untuk melindungi warganya.

Menurut data Pemerintah Israel sekitar 20.000 warganya meninggalkan Israel setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 7.000 orang saja yang memilih kembali ke Israel setahun kemudian, dan sisanya lebih memilih menetap di luar Israel dengan alasan keamanan.

Persaingan

Sebagai negara yang menganut sistem parlementer, pemilu anggota parlemen (Knesset) menjadi sangat penting dalam sistem Pemerintahan Israel. Di mana, setiap parpol yang ikut pemilu berkeinginan untuk memperoleh kursi sebanyak-banyaknya di Knesset yang berjumlah 120 untuk memenangkan pemilu dan berhak memegang kekuasaan eksekutif di Israel.

Namun, dalam sejarah pemilu Israel hanya sekali, partai yang memperoleh lebih dari 61 kursi di Knesset yaitu pada Pemilu 2001 yang dimenangkan Partai Likud. Sehingga, biasanya pemerintahan praktis selalu dibangun atas dasar koalisi. Sedangkan, partai yang tidak berkoalisi menjadi oposisi.

Israel menganut sistem multi partai. Artinya, siapa saja boleh mendirikan partai asalkan mengikuti tata cara yang telah ditentukan sesuai dengan Undang-Undang Pemilu yang berlaku. Namun, parpol yang dapat menduduki kursi Knesset hanyalah partai yang sekurangnya memperoleh 1 persen dari seluruh suara yang sah.

Sedangkan, setiap pendaftar (kandidat) Knesset dalam pemilu harus sudah mengantongi sedikitnya 2.555 tanda tangan pendukung dan mempunyai deposit sekitar $ 7600 di Bank sebagai jaminan.
Dari 33 partai yang akan bersaing dalam pemilu hari ini, ada tiga partai besar dan berpengaruh, yaitu Partai Buruh, Partai Likud dan Partai Kadema.

Partai Buruh Israel (Milfeget Ha"avoda Ha-Israelit) berdiri 21 Januari 1968, merupakan aliansi beberapa partai buruh yang dahulunya bernama Mapai, Mapan, Ehdut Ha, Avoda Poale Zion, dan Rafi. Partai Buruh menghimpun Histradut, yaitu pekerja Yahudi di Palestina dan para imigran Yahudi yang datang pada tahun 1920-an. Mereka menguasai kehidupan perekonomian warga Yahudi Palestina.

Partai Likud baru muncul dalam Pemilu tahun 1973. Partai Herut, Gahal, Liberal, Shlomzion, dan Progresif. Likud berasal dari imigran Yahudi Eropa yang datang pada tahun 1930-an. Mereka berimigrasi akibat tekanan dan kekejaman Nazi Jerman. Mereka merupakan kalangan menengah dan terpelajar.

Sedangkan, Partai Kadema merupakan pecahan dari Partai Likud yang didirikan Ariel Sharon dan mengikuti Pemilu 2005 sebagai pemenang dengan total perolehan 30 kursi dari 120 kursi parlemen Knesset.

Perbedaan visi partai tampak terlihat dalam menghadapi orang Arab Palestina. Orang dari Partai Buruh yang lebih lama berada di Palestina "relatif" bisa menghargai kehidupan orang Arab. Sebaliknya, orang Likud dan Kadema ingin mengusir orang Arab.

Partai lainnya lagi, merupakan partai Agama Misrahi, Hapoal Hamizrahi, Agudat Israel, Poalei Agudat Israel, Front agama Torah, agama Nasional, front Persatuan agama, Shas, dank Kach. Partai Arab, antara lain Demokratik Arab, Arab Progresif,

Petani Arab, dan Persatuan Arab. Partai Komunis, antara lain Rakah, Maki, Front Demokratik. Partai Gerakan Independent, antara lain Sephardim, Organisasi Wanita Zionis Independent, Yemenitas, Haolam Hazah.

Biasanya parati ini berkoalisi dengan ketiga partai besar. Partai Agama lebih cenderung berkoalisi dengan Likud atau Kadema, sedangkan Partai Arab lebih cenderung berkoalisi dengan Partai Buruh pro perdamaian.

Seperti disebutkan di awal tulisan ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu partai politik dapat memenangkan suara dalam pemilu Israel. Pertama, keberhasilan partai dalam periode sebelumnya di bidang ekonomi dan politik merupakan salah satu faktor yang bisa mendukung kemenangan berikutnya. Kedua, program partai yang ditawarkan. Ketiga, kandidat partai yang akan duduk dalam parlemen.

Keempat, keamanan dan prestise pemilih. Artinya, partai yang bisa menjamin keamanan dan prestise masyarakat Yahudi mempunyai peluang besar untuk menang.
Faktanya, sekarang popularitas Kadema menurun setelah penarikan tentara Israel dari Gaza, 2005. Selain itu, skandal korupsi memaksa Ehud Olmert mundur sebagai pemimpin partai dan perdana menteri.

Kini Kadema dipimpin Livni, yang dijagokan partai itu sebagai calon PM perempuan seperti Golda Meir. Dukungan rakyat atas agresi militer ke Gaza merupakan fakta yang menguatkan posisi Barak dan Partai Buruh.

Mungkin tak cukup untuk membuatnya sebagai PM, namun bisa dijamin Barak akan mendapatkan posisi yang top di pemerintahan selanjutnya. Sedangkan, Netanyahu menjadi terfavorit setelah perang Israel melawan gerilyawan Hizbullah di Libanon, 2006.

Prospek Palestina

Menurut berbagai polling, menjelang pemilu terjadi persaingan antara Benjamin Netanyahu dari Partai Likud, Tsipi Livni dari Partai Kadema, dan Ehud Barak dari Partai Buruh. Ketiganya memiliki kans yang sama untuk memenangkan pemilu.

Di samping itu, ketiganya ternyata menjadikan isu Hamas sebagai isu sentral untuk menarik para pemilih. Netanyahu misalnya, berjanji akan menyingkirkan Hamas dan mengubah strategi bertahan menjadi menyerang yang efektif, meski tidak harus menjajah Gaza.

Livni menegaskan bahwa ia akan mengakhiri pemerintahan Hamas di Gaza. Sedangkan, Ehud Barak berjanji menghabisi Hamas merupakan cara terbaik dengan menggunakan kekuatan militer.

Berdasarkan hasil survey dua surat kabar Israel, Maariv dan Yediot Ahronoth, terhadap 500-600 pemilih dengan margin kesalahan 4,5 persen, seperti dikutip AFP. Kubu garis keras dari oposisi sayap kanan Israel Partai Likud tampaknya akan memimpin perolehan suara pada pemilihan umum menyusul gencatan senjata di Gaza.

Likud yang kini menguasai 12 dari total 120 kursi Knesset, akan berlipat lebih dua kali menjadi 29 kursi dengan menggandeng partai-partai keagamaan Yahudi dan meningkatknya kekuatan ultra kanan Israel, Beitenou. Diperkirakan oposisi pimpinan Partai Likud akan meraih posisi mayoritas antara 62-63 kursi. Beitenou didirikan kelompok Yahudi eks Uni Soviet pimpinan tokoh garis keras Avigdor Lieberman.

Diperkirakan, akan memenangkan 14-16 kursi dari 11 kursi yang kini dikuasainya. Partai-partai agama ekstremis tampaknya akan memenangkan lagi kursi yang sempat lepas pada pemilu lalu.

Partai kanan-tengah yang sedang berkuasa, Kadima pimpinan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni akan meraih 24-25 kursi, dari 29 kursi Knesset yang dikuasainya sekarang. Sedangkan, mitranya yang berhaluan tengah-kiri Partai Buruh pimpinan Menteri Pertahanan Ehud Barak,

akan mengumpulkan 16-17 suara, dari 19 kursi yang sedang dikuasainya. Intinya, ternyata sukses ofensif militer 22 hari ke Gaza justru membuat popularitas Partai Buruh yang turut berkuasa menurun.
Jika Likud yang memenangkan Pemilu Israel dan berkoalisi dengan partai agama yang terkenal rasis, maka nasib Palestina semakin tidak menentu.

Salah satu bentuk komprominya yang dicapai berkaitan dengan nasib perdamaian Timur Tengah. Kedua belah pihak berpendapat bahwa perdamaian dengan Palestina masih bersifat sementara dan belum final.

Di mana, mereka tidak akan mengikutkan Hamas dalam perundingan. Ironisnya, Hamas sendiri memiliki legitimasi dari warga Palestina dengan memenangkan pemilu legislatif 25 Januari 2006, dengan meraih 76 dari 132 kursi dalam pemilihan anggota parlemen Palestina secara demokratis. (*)


Oleh: Aspiannor Masrie (Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unhas)
sumber artikel: www.fajar.co.id

0 komentar:

 
© Copyright by HIPPMAP Online  |  Template by Blogspot tutorial